Dalam prinsip tata
kelola perusahaan, manajemen merupakan agen yang bertindak untuk
memaksimalisasi kepentingan shareholder.
Namun dalam melakukan kegiatannya, perusahaan berinteraksi tidak hanya dengan shareholder yang memberikan modal, namun
juga karyawan, konsumen, pemerintah, pemasok, kreditur, masyarakat sekitar dan
lingkungan. Pihak-pihak berkepentingan yang disebut dengan stakeholder ini memiliki peran masing-masing dalam sistem tata
kelola perusahaan.
Amerika
Serikat merupakan salah satu negara yang berorientasi kepada shareholder atau pihak investor
eksternal dimana dalam prinsip tata kelola perusahaan, pemegang saham sebagai stakeholder terpenting. Prinsip shareholder value yang diterapkan
perusahaan-perusahaan di Amerika memandang bahwa hanya pemegang saham yang
memilki hak (klaim) terbesar terhadap aktivitas perusahaan sehingga pemegang
saham ini memilki insentif untuk menanggung risiko dan menanamkan dananya demi
peningkatan peforma keuangan perusahaan. Kompensasi manajemen pun diberikan
berdasarkan tingkat profitabilias yang dihasilkannya. Selain Amerika, negara
dengan tradisi hukum Anglo-Saxon lain juga menerapkan prinsip shareholder value seperti Inggris Raya,
Kanada, dan Australia.
Berbeda
dengan negara-negara tersebut, sebagian besar perusahaan di benua Eropa dan
Asia menganut prinsip stakeholder value, dimana
mereka menganggap bukan hanya pemegang saham yang memilki klai terbesar atas
perusahaan, namun juga para stakeholder lain yang kepentingannya bisa mempengaruhi
proses pembuatan keputusan dalam perusahaan. Sebagai contoh, karyawan merupakan
stakeholder yang berpengaruh sehingga
kesejahteraan sangat diperhatikan misalkan dengan memberikan perusahaan
meskipun dalam persentase kecil. Kompensasi manajemen pun tidak diberikan
berdasarkan dengan tingkat profitabilitas yang dihasilkannya.
Perbedaan
Orientasi Shareholder dan Stakeholder
Dalam
penerapan sistem tata kelola perusaaan di negara yang menganut prinsip shareholder dan stakeholder memilki beberapa perbedaan yang cukup mendasar. Selain
perbedaan prinsip mengenai kepentingan pihak yang dilayani, kedua orientasi ini juga berbeda
dalam hal tujuan. Perusahaan dengan orientasi shareholder lebih berfokus pada peningkatan profitabilitas dan
efisiensi. Sedangkan orientasi stakeholder
tidak terlalu berfokus pada profit melainkan pada value of money. Selain itu perusahaan yang menerapkan orientasi ini
lebih cenderung berfokus pada keberlangsusngan, ketahanan, dan pertumbuhan
jangka panjang.
Perbedaan juga terdapat dalam hal
struktur kepemilikan. Orientasi shareholder
umumnya diterapkan pada perusahaan yang kepemilkannya tersebar. Manajemen diberikan
kebebasan namun memiliki tekanan pasar seperti pengambilalihan. Seluruh
pemrgang saham membutuhkan perlindungan dengan perhatian khusus kepada tindakan
manajemen. Sedangkan perusahaan yang berorientasi pada stakeholder, struktur kepemilikannya umumnya terbatas pada satu
atau dua sebagai pemegang saham mayoritas dan memiliki pengaruh dan kendali
atas manajemen. Akibatnya kepentingan pemegang saham minoritas tidak dapat
dilindungi dengan baik dan membutuhkan dukunagan komisaris independen.
Dalam hal struktur board, perusahaan yang berorientasi shareholder memilki sistem single-tier board dimana dalam board tersebut tidak dipisahkan antara
dewan eksekutif yang bertugas dalam menjalankan perusahaan dengan dewan
non-eksekutif yang bertugas untuk mengawasi. Komisaris dan CEO bekerja
bersama-sama dan terdapat beberapa komite lain yang membantu tugas board seperti komite audit, komite
remunerasi dan nominasi. Sedangkan perusahaan dengan orientasi stakeholder memisahkan 2 fungsi board antara dewan komisaris yang
bertugas dalam mengawasi dan dewan direksi yang bertugas dalam menjalankan
aktivitas operasi perusahaan. Pemisahan fungsi ini berperan dalam menjaga
independensi fungsi pengawasan dari pengarih eksekutif.
Shareholder vs Stakeholder
Perusahaan
yang menerapkan prinsip shareholder value berorientasi pada pasar yang dalam
penerapan corporate governance-nya
melihat pemegang saham sebagai stakeholder
terpenting bagi perusahaan. Hal ini tidak terlepas dari struktur pembiayaan
perusahaan yang umumnya berasal dari pasar modal. Dalam perusahaan dengan model
outsider ini, kekuatan pasar menjadi
hal yang berpengaruh dalam proses alokasi sumber dayanya, dimana perusahaan
mengadaptasi strategi mereka berdasarkan permitaan pasar modal.
Peforma
dan tranparansi serta akuntabilitas perusahaan akan tercermin dalam pasar dan
mempengaruhi keputusan investor untuk menanamkan modalnya atau tidak. Pemegang
saham dianggap sebagai pihak dengan klaim terbesar karena mereka mau menangung
risiko dan menanamkan modalnya untuk kelangsungan peforma perusahaan. Hal ini
menyebabkan pemegang saham dan pasar memiliki kekuatan untuk mendapatkan
insentif dan mendisiplinkan sistem tata kelola serta menyelaraskan antara
kepentingan pemegang saham dan kepentingan manajemen.
Baik manajemen dan
pemegang saham pada dasarnya memilki kepentingannya masing-masing dimana
manajemen memilki kecenderungan untu bersifat oportunis dan dapat merugikan
pemegang saham. Prinsip shareholder value
yang berorientasi pada pasar iniah yang kemudian dianggap dapat menjadi
sitem pengendalain dari eksteranl yang secara efektif dapat mengawasi dan
meminimalisir sifat oportunis manajemen sehingga kepentingan manajemen dan
kepentingan pemegang saham dapat berjalan selaras. Bentuk pendisiplinan yang
dilakukan dapat berupa penerapan skema kompensasi eksekutif, seperti bonus yang
diberikan berdasarkan performa perusahaan, stock
option, dan pemutusahan hubungan kerja berdasarkan peforma.
Sebaliknya, perusahaan
yang menerapkan prinsip stakeholder value menganggap bahwa stakeholder selain shareholder juga memilki klaim atas perusahaan dan kepentingan
mereka juga hal yang berpengaruh. Interaksi ditentukan dari peraturan formal
maupun informal yang dibangun berdasarkan hubungan sejarah. Dalam model insider ini, struktur pendanaan
perusahaan lebih banyak didominasi dari utang. Perusahaan-perusahaan di negara
seperti Jerman dan Austria misalkan, mereka mengadopsi peraturan model insider dengan menerapkan standar
jaminan karyawan dan keterlibatan karyawan dalam paraktik perusahaan. Sistem
tata kelola dengan sistem pengendalian eksternal tidak menjadi yang utama,
namun sedikit mengadopsi beberapa sistem seperti stock option.
Permasalahan
Dalam Orientasi Shareholder
Penerapan prinsip shareholder value yang menekankan pada kepentingan shareholder ini menuai beberapa kiritik. Ada kritik yang menekankan bahwa sebenarnya
karyawan juga memilki hak (klaim) atas perusahaan. Karyawan yang bekerja pada
perusahaan ini seolah-olah merupakan bentuk investasi dalam bentuk sumber daya
manusia, dimana karyawan tersebut bergantung hanya pada perusahaan
bersangkutan. Sehingga prinsip yang hanya terpusat pada pemegang saham ini
dianggap tidak efektif dalam mendukung pelaksanaan GCG.
Prinsip corporate governance di Amerika
contohnya, bisa dilihat sebagai sebuah sistem yang memilki interaksi antar
masing-masing elemennya. Praktik yang berorientasi pada pasar modal membuat
sistem GCG pada perusahaan-perusahaan Amerika mempunyai hubungan yang sangat
rumit. Setiap mekanisme dalam sistem
bergantung pada mekanisme lain yang mendukung keseleruhuan sistem. Pembatasan
atau kegagalan dalam masing-masing mekanisme dapat mengakibatkan sistem tidak
berfungsi. Tidak berfungsinya sistem ini terlihat jelas dalam kasus
penggelembungan dalam pasar modal serta kasus Enron dan Worldcom dimana
pelanggaran prinsip CG ini mendorong munculnya krisis dalam perekonomian
Amerika.
Selain hubungan yang
kuat antara manajemen dan pemegang saham, agency
problem dalam perusahaan orientasi shareholder
sering didasarkan akibat terlalu besarnya insentif bagi manajemen yang
diberikan bonus berdasarkan ekuitas perusahaan, terlalu sedikitnya tanggung
jawab investor sebagai pemegang saham, dan terlalu sedikit jaminan keamanan
dari komisaris independen.
Permasalahan
Dalam Orientasi Stakeholder
Dalam jurnalnya, Letza,
Sun, dan Kirkbride (2004) menyebutkan bahwa prinsip orientasi stakeholder lalai dalam membedakan bahwa
pada dasarnya perusahaan tidak sama dengan intitusi sosial lain. Terdapat
perdebatan dalam teori hukum perusahaan apakah perusahaan sebagai badan hukum
benar-benar sebagai sebuah badan (real
person) atau sebagai badan bentukan (artificial
person). Prinsip stakeholder yang
ada saat ini menganggap perusahaan sebagai entitas sosial dan memang merupakan
sebuah badan sendiri (real personality). Hal
ini berarti prinsip stakeholder
melihat perusahaan sebagai sebuah badan sendiri yang independen dari
anggota-anggotanya, dan menggambarkan perusahaan sebagai entitas kosong dimana
seluruh stakeholder merupakan pihak
eksternal dan berpengaruh pada perusahaan. Hal ini mengabaikan proses
sesungguhnya dari inkorporasi, dimana perusahaan merupakan konstituen dari
anggota-anggotanya. Tanpa anggotanya, tidak ada perusahaan yang legal secara
hukum. Dalam hukum perusahaan, perusahaan dilihat sebagai hal yang kompleks,
dimana ia hrus menjaga hubungan dengan para anggotanya, dan dalam waktu yang
sama berdiri sebagai badan hukum terpisah dari anggota-anggotanya. Hal inilah
yang diabaikan oleh prinsip stakeholding.
Selain itu permasalahan
yang menarik adalah terkait insentif yang diberikan kepada karyawan. Di Jerman
dan Jepang, pengendalian manajemen sangatlah mudah dan tidak terlalu mahal, dimana
komitmen karyawan juga tinggi. Namun bersamaan dengan ini penghargaan kepada
manajemen juga rendah. Berbeda dengan pinsip shareholder value yang
memberikan kompensasi sesuai dengan tingkat performa sehingga mereka
terinsentif untu bekerja baik dan tidak bertindak oportunis. Rendahnya
penghargaan kepada manajemen ini menyebabkan kurangnya insentif bagi manajemen
untuk bekerja baik sesuai kepentingan para stakeholder.
Terlebih lagi, rendahnya tingkat kompensasi manajemen dapat berdampak pada
peforma perusahaan.
Penutup
Pada dasarnya penerapan
prinsip shareholder maupun stakeholder value memilki kelemahan dan
kelebihannya masing-masing. Penerapan prinsip ini juga tidak terlepas dari
faktor eksternal seperti struktur perekonomian, bisnis, dan hukum di suatu
negara. Tata kelola perusahaan berfungsi dalam menyeimbangkan antara
kepentingan manajemen dan semua pihak yang berkepentingan terhadap perusahaan,
baik shareholder maupun stakeholder lainnya.
Pada kenyataan dalam
penerapannya, terjadi pergeseran prinsip yang dinamis antara satu prinsip ke
prinsip lain. Sebagai contoh, negara Jerman dan Jepang yang sebelumnya
menerapkan prinsip stakeholder, kini
mulai bergeser menuju prinsip shareholder
dan orientasi pasar akibat pengaruh globalisasi dan persaingan antar negara.
Hal ini mengindikasikan bahwa pada dasarnya, prinsip tata kelola perusahaan
terus berkembang dan menyesuaikan diri dengan keadaan. Prinsip tata kelola baik
shareholder maupun stakeholder value tidak dibuat dan ditetapkan sebagai solusi yang tetap
selama-lamanya, dimana keduanya dapat mempengaruhi dan bergeser satu sama lain.
Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar