Sabtu, 15 Juni 2013

Shareholder Value dan Stakeholder Value dalam Tata Kelola Perusahaan

Dalam prinsip tata kelola perusahaan, manajemen merupakan agen yang bertindak untuk memaksimalisasi kepentingan shareholder. Namun dalam melakukan kegiatannya, perusahaan berinteraksi tidak hanya dengan shareholder yang memberikan modal, namun juga karyawan, konsumen, pemerintah, pemasok, kreditur, masyarakat sekitar dan lingkungan. Pihak-pihak berkepentingan yang disebut dengan stakeholder ini memiliki peran masing-masing dalam sistem tata kelola perusahaan.

            Amerika Serikat merupakan salah satu negara yang berorientasi kepada shareholder atau pihak investor eksternal dimana dalam prinsip tata kelola perusahaan, pemegang saham sebagai stakeholder terpenting. Prinsip shareholder value yang diterapkan perusahaan-perusahaan di Amerika memandang bahwa hanya pemegang saham yang memilki hak (klaim) terbesar terhadap aktivitas perusahaan sehingga pemegang saham ini memilki insentif untuk menanggung risiko dan menanamkan dananya demi peningkatan peforma keuangan perusahaan. Kompensasi manajemen pun diberikan berdasarkan tingkat profitabilias yang dihasilkannya. Selain Amerika, negara dengan tradisi hukum Anglo-Saxon lain juga menerapkan prinsip shareholder value seperti Inggris Raya, Kanada, dan Australia.

            Berbeda dengan negara-negara tersebut, sebagian besar perusahaan di benua Eropa dan Asia menganut prinsip stakeholder value, dimana mereka menganggap bukan hanya pemegang saham yang memilki klai terbesar atas perusahaan, namun juga para stakeholder  lain yang kepentingannya bisa mempengaruhi proses pembuatan keputusan dalam perusahaan. Sebagai contoh, karyawan merupakan stakeholder yang berpengaruh sehingga kesejahteraan sangat diperhatikan misalkan dengan memberikan perusahaan meskipun dalam persentase kecil. Kompensasi manajemen pun tidak diberikan berdasarkan dengan tingkat profitabilitas yang dihasilkannya.

Perbedaan Orientasi Shareholder dan Stakeholder

            Dalam penerapan sistem tata kelola perusaaan di negara yang menganut prinsip shareholder dan stakeholder memilki beberapa perbedaan yang cukup mendasar. Selain perbedaan prinsip mengenai kepentingan pihak yang dilayani, kedua orientasi ini juga berbeda dalam hal tujuan. Perusahaan dengan orientasi shareholder lebih berfokus pada peningkatan profitabilitas dan efisiensi. Sedangkan orientasi stakeholder tidak terlalu berfokus pada profit melainkan pada value of money. Selain itu perusahaan yang menerapkan orientasi ini lebih cenderung berfokus pada keberlangsusngan, ketahanan, dan pertumbuhan jangka panjang.

            Perbedaan juga terdapat dalam hal struktur kepemilikan. Orientasi shareholder umumnya diterapkan pada perusahaan yang kepemilkannya tersebar. Manajemen diberikan kebebasan namun memiliki tekanan pasar seperti pengambilalihan. Seluruh pemrgang saham membutuhkan perlindungan dengan perhatian khusus kepada tindakan manajemen. Sedangkan perusahaan yang berorientasi pada stakeholder, struktur kepemilikannya umumnya terbatas pada satu atau dua sebagai pemegang saham mayoritas dan memiliki pengaruh dan kendali atas manajemen. Akibatnya kepentingan pemegang saham minoritas tidak dapat dilindungi dengan baik dan membutuhkan dukunagan komisaris independen.

            Dalam hal struktur board, perusahaan yang berorientasi shareholder memilki sistem single-tier board dimana dalam board tersebut tidak dipisahkan antara dewan eksekutif yang bertugas dalam menjalankan perusahaan dengan dewan non-eksekutif yang bertugas untuk mengawasi. Komisaris dan CEO bekerja bersama-sama dan terdapat beberapa komite lain yang membantu tugas board seperti komite audit, komite remunerasi dan nominasi. Sedangkan perusahaan dengan orientasi stakeholder memisahkan 2 fungsi board antara dewan komisaris yang bertugas dalam mengawasi dan dewan direksi yang bertugas dalam menjalankan aktivitas operasi perusahaan. Pemisahan fungsi ini berperan dalam menjaga independensi fungsi pengawasan dari pengarih eksekutif.

Shareholder vs Stakeholder

            Perusahaan yang menerapkan prinsip shareholder value berorientasi pada pasar yang dalam penerapan corporate governance-nya melihat pemegang saham sebagai stakeholder terpenting bagi perusahaan. Hal ini tidak terlepas dari struktur pembiayaan perusahaan yang umumnya berasal dari pasar modal. Dalam perusahaan dengan model outsider ini, kekuatan pasar menjadi hal yang berpengaruh dalam proses alokasi sumber dayanya, dimana perusahaan mengadaptasi strategi mereka berdasarkan permitaan pasar modal.

            Peforma dan tranparansi serta akuntabilitas perusahaan akan tercermin dalam pasar dan mempengaruhi keputusan investor untuk menanamkan modalnya atau tidak. Pemegang saham dianggap sebagai pihak dengan klaim terbesar karena mereka mau menangung risiko dan menanamkan modalnya untuk kelangsungan peforma perusahaan. Hal ini menyebabkan pemegang saham dan pasar memiliki kekuatan untuk mendapatkan insentif dan mendisiplinkan sistem tata kelola serta menyelaraskan antara kepentingan pemegang saham dan kepentingan manajemen.

Baik manajemen dan pemegang saham pada dasarnya memilki kepentingannya masing-masing dimana manajemen memilki kecenderungan untu bersifat oportunis dan dapat merugikan pemegang saham. Prinsip shareholder value yang berorientasi pada pasar iniah yang kemudian dianggap dapat menjadi sitem pengendalain dari eksteranl yang secara efektif dapat mengawasi dan meminimalisir sifat oportunis manajemen sehingga kepentingan manajemen dan kepentingan pemegang saham dapat berjalan selaras. Bentuk pendisiplinan yang dilakukan dapat berupa penerapan skema kompensasi eksekutif, seperti bonus yang diberikan berdasarkan performa perusahaan, ­stock option, dan pemutusahan hubungan kerja berdasarkan peforma.

Sebaliknya, perusahaan yang menerapkan prinsip stakeholder value menganggap bahwa stakeholder selain shareholder juga memilki klaim atas perusahaan dan kepentingan mereka juga hal yang berpengaruh. Interaksi ditentukan dari peraturan formal maupun informal yang dibangun berdasarkan hubungan sejarah. Dalam model insider ini, struktur pendanaan perusahaan lebih banyak didominasi dari utang. Perusahaan-perusahaan di negara seperti Jerman dan Austria misalkan, mereka mengadopsi peraturan model insider dengan menerapkan standar jaminan karyawan dan keterlibatan karyawan dalam paraktik perusahaan. Sistem tata kelola dengan sistem pengendalian eksternal tidak menjadi yang utama, namun sedikit mengadopsi beberapa sistem seperti stock option.

Permasalahan Dalam Orientasi Shareholder

Penerapan prinsip shareholder value yang menekankan pada kepentingan shareholder ini menuai beberapa kiritik.  Ada kritik yang menekankan bahwa sebenarnya karyawan juga memilki hak (klaim) atas perusahaan. Karyawan yang bekerja pada perusahaan ini seolah-olah merupakan bentuk investasi dalam bentuk sumber daya manusia, dimana karyawan tersebut bergantung hanya pada perusahaan bersangkutan. Sehingga prinsip yang hanya terpusat pada pemegang saham ini dianggap tidak efektif dalam mendukung pelaksanaan GCG.

Prinsip corporate governance di Amerika contohnya, bisa dilihat sebagai sebuah sistem yang memilki interaksi antar masing-masing elemennya. Praktik yang berorientasi pada pasar modal membuat sistem GCG pada perusahaan-perusahaan Amerika mempunyai hubungan yang sangat rumit.  Setiap mekanisme dalam sistem bergantung pada mekanisme lain yang mendukung keseleruhuan sistem. Pembatasan atau kegagalan dalam masing-masing mekanisme dapat mengakibatkan sistem tidak berfungsi. Tidak berfungsinya sistem ini terlihat jelas dalam kasus penggelembungan dalam pasar modal serta kasus Enron dan Worldcom dimana pelanggaran prinsip CG ini mendorong munculnya krisis dalam perekonomian Amerika.

Selain hubungan yang kuat antara manajemen dan pemegang saham, agency problem dalam perusahaan orientasi shareholder sering didasarkan akibat terlalu besarnya insentif bagi manajemen yang diberikan bonus berdasarkan ekuitas perusahaan, terlalu sedikitnya tanggung jawab investor sebagai pemegang saham, dan terlalu sedikit jaminan keamanan dari komisaris independen.

Permasalahan Dalam Orientasi Stakeholder

Dalam jurnalnya, Letza, Sun, dan Kirkbride (2004) menyebutkan bahwa prinsip orientasi stakeholder lalai dalam membedakan bahwa pada dasarnya perusahaan tidak sama dengan intitusi sosial lain. Terdapat perdebatan dalam teori hukum perusahaan apakah perusahaan sebagai badan hukum benar-benar sebagai sebuah badan (real person) atau sebagai badan bentukan (artificial person). Prinsip stakeholder yang ada saat ini menganggap perusahaan sebagai entitas sosial dan memang merupakan sebuah badan sendiri (real personality). Hal ini berarti prinsip stakeholder melihat perusahaan sebagai sebuah badan sendiri yang independen dari anggota-anggotanya, dan menggambarkan perusahaan sebagai entitas kosong dimana seluruh stakeholder merupakan pihak eksternal dan berpengaruh pada perusahaan. Hal ini mengabaikan proses sesungguhnya dari inkorporasi, dimana perusahaan merupakan konstituen dari anggota-anggotanya. Tanpa anggotanya, tidak ada perusahaan yang legal secara hukum. Dalam hukum perusahaan, perusahaan dilihat sebagai hal yang kompleks, dimana ia hrus menjaga hubungan dengan para anggotanya, dan dalam waktu yang sama berdiri sebagai badan hukum terpisah dari anggota-anggotanya. Hal inilah yang diabaikan oleh prinsip stakeholding.

Selain itu permasalahan yang menarik adalah terkait insentif yang diberikan kepada karyawan. Di Jerman dan Jepang, pengendalian manajemen sangatlah mudah dan tidak terlalu mahal, dimana komitmen karyawan juga tinggi. Namun bersamaan dengan ini penghargaan kepada manajemen juga rendah. Berbeda dengan pinsip shareholder value yang memberikan kompensasi sesuai dengan tingkat performa sehingga mereka terinsentif untu bekerja baik dan tidak bertindak oportunis. Rendahnya penghargaan kepada manajemen ini menyebabkan kurangnya insentif bagi manajemen untuk bekerja baik sesuai kepentingan para stakeholder. Terlebih lagi, rendahnya tingkat kompensasi manajemen dapat berdampak pada peforma perusahaan.

Penutup

Pada dasarnya penerapan prinsip shareholder maupun stakeholder value  memilki kelemahan dan kelebihannya masing-masing. Penerapan prinsip ini juga tidak terlepas dari faktor eksternal seperti struktur perekonomian, bisnis, dan hukum di suatu negara. Tata kelola perusahaan berfungsi dalam menyeimbangkan antara kepentingan manajemen dan semua pihak yang berkepentingan terhadap perusahaan, baik shareholder maupun stakeholder lainnya.


Pada kenyataan dalam penerapannya, terjadi pergeseran prinsip yang dinamis antara satu prinsip ke prinsip lain. Sebagai contoh, negara Jerman dan Jepang yang sebelumnya menerapkan prinsip stakeholder, kini mulai bergeser menuju prinsip shareholder dan orientasi pasar akibat pengaruh globalisasi dan persaingan antar negara. Hal ini mengindikasikan bahwa pada dasarnya, prinsip tata kelola perusahaan terus berkembang dan menyesuaikan diri dengan keadaan. Prinsip tata kelola baik shareholder maupun stakeholder value tidak dibuat dan ditetapkan sebagai solusi yang tetap selama-lamanya, dimana keduanya dapat mempengaruhi dan bergeser satu sama lain.


Oleh: Dian Puspita Rachmat 
Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia

Tidak ada komentar:

Posting Komentar